Kamis, 27 Maret 2014

Rituan Bubak Kawah

Bubak Kawah adalah upacara adat yang dilaksanakan ketika orang tua mantu pertama, ritual Bubak Kawah berlaku untuk pengantin perempuan yang merupakan anak pertama/sulung. Bila anak bungsu, dilakukan Tumplek Punjen. Secara bahasa Bubak berarti mbukak ( membuka ), kawah artinya adalah air yang keluar sebelum kelahiran bayi, sedang secara istilah bubak kawah berarti : membuka jalan mantu atau mantu yang pertama. bubak kawah adalah upacara adat yang dilaksanakan ketika orang tua mantu pertama atau terakhir, mantu pertama disebut tumpak punjen, sedang mantu terakhir disebut tumplak punjen. Pelaksanaan ritual Bubak Kawah pada malam Midodareni, malam sebelum perayaan hajatan. Calon mempelai setelah melakukan siraman, kemudian mulailah dilakukan ritual m-bubak kawah. Pertama-tama disiapkan sesaji berupa, Tumpeng Kidang Suka Jati Mulya atau Maha Retna. Yaitu berupa nasi putih dan sayuran yang mana pada bagian ujung tumpeng diberi bendera kecil merah putih; kemudian rujak degan, yaitu sebuah kelapa muda yang sudah dipangkas dan diberi gula jawa di dalamnya. Selain Tumpeng, disiapkan pula sebuah Kendil yang di dalamnya berisi air dan kembang setaman, kemudian ditutup dengan kain mori putih; ritual Bubak Kawah dilengkapi pula dengan peralatan dapur yang seba baru, seperti peralatan masak, dan lain lain. Ritual mbubak diikrarkan oleh seorang dalang mbubak, bisa diwayangkan atau tidak. Dalang tersebut memberikan nasihat pada mempelai berdua agar memiliki keturunan yang baik. Setelah selesai ikrar dan memberi nasihat oleh dalang, rujak degan diminum oleh bapak ibu calon mempelai berdua., kemudian bapak dari calon memlai memecah kan kendil di depan pintu rumah diikuti perebutan peralatan dapur oleh para penonton yang hadir. Apabila dipergelarkan dalam wayang, Ritual Bubak Kawah menggunakan lakon “Bubak Kawah” Di dalam lakon ini berisi tentang turunnya wahyu jodoh yang bernama pulunggana dan pulungsari. Ceritanya dimulai dari adegan kahyangan ada terjadi gara-gara di Mayapadah karena ada seorang yang sedang menjodohkan anakanya. Kemudian ada utusan dari “orang yg punya kerja” (penokohan wayang yang ditampulkan dalam lakon ini berserah pada seorang penanggap) untuk mencari dalang Bubak di Kahyangan. Bethara Guru yang mendiami kahyangan memerintahkan Betara Wisnu untuk melakukan bubak kawah yang dimaksud. Dewa Wisnu mendapatkan perintah tersebut langsung turun ke Mayadapa, dimana dalam perjalan Wisnu ke Mayadapada dihadang oleh Kawahmaya dan Arimaya, yang mana keduanya merupakan jilmaan dari saudara sri calon mempelai. Kawahmaya terjadi dari air ketuban/kawah dan dan Arimaya jilmaan terjadi dari placenta/ari-ari. Akan tetapi dalam lakon ini, prosesi bubak kawah yang akan dilakukan oleh Bethara Wisnu dapat disempurnakan oleh dalang Kandhabuwana. Pada akhir cerita, dalang Kadhabuwana menggantikan Bethara Wisnu sampai dirumah yang punya hajat dan melakukan bubak kawah. Makna dan tujuan dari pada ritual bubak kawah ini adalah sebagai pernyataan syukur kepada Tuhan YME bahwa telah dapat mengawali mantu; permohonan kepada Tuhan agar pengantin diberikan kekuatan, kesegaran jasmani dan rohani, ayem tentrem; Harapan agar pengantin di karuniai anak; ungkapan tanggung jawab orang tua terhadap putrinya, walaupun susah payah untuk melaksanakan perhelatan, tetapi badan dan pikiran tetap segar bugar seperti segarnya rujak degan yang di sajikan; menunjukan kepada kerabat tamu bahwa ini perhelatan mantu yang pertama.